Ketika senja bisa begitu gagahnya menenggelamkan matahari dan pagi membawanya kembali, aku masih saja tak ingin melihatnya atau bahkan sekedar mengingatnya.
Aku bahkan tak ingin membuka mataku dan membiarkan setiap kenangan itu masuk dalam fikiranku dan kemudian menyesaki dadaku. Kuharap cahaya mampu menembus kelopak mataku walau aku terpejam. Entahlah, aku selalu takut menghadapi setiap kenyataan. Aku selalu takut memulai hari. Aku takut memikirkannya ketika aku bangun pagi hari. Selalu takut merindukannya lagi.
Mungkin memang menghindar dari kenyataan tak akan mampu membuat segalanya berjalan lebih baik. Tapi apa yang bisa aku lakukan ketika sakit ini hanya bisa kutahan sendiri?
Jika memang sakit itu ada hanya untuk ditahan, aku akan menahannya sampai nanti. Aku hanya tak ingin dia tau kalau ini berdarah. Tak ingin dia tau kalau aku merindukannya. Ada saatnya aku benar-benar tak ingin memikirkan siapa pun atau apa pun.
Dalam diam rindu ini menganga seperti luka, dalam diam pula aku merancang otakku untuk melupakannya. Aku berusaha tak menangis walau kadang ini terasa begitu sakit. Harusnya ini sudah berlalu sejak dulu, entah beberapa bulan yang lalu. Andaikan malam yang sepi dapat berbicara mungkin aku takkan kesepian. Aku tak perlu menunggunya lagi...karna dia tak akan kembali.
Kenyataannya dia masih datang kadang. Dan aku pun masih mencari alasan untuk bisa melihatnya setiap kali dia tak ada kabar.
Aku berusaha tak mengingatnya. Tapi tak benar-benar ingin melupakannya. Aku bahkan tak yakin aku bisa melupakannya walau luka ini benar-benar sembuh. Dia mungkin adalah kenyataan (kenangan) yang akan terus kuingat selama aku bernafas, bahkan sampai aku tua bersama orang yang tepat.
Aku masih (ingin) mengingatnya. Dengan perasaan yang masih (hampir) sama. Aku tak benar-benar ingin melupakannya walau aku berkata sangat ingin lupa. Dia, yang mampu membuatku tersenyum ketika mengingatnya juga membuatku menangis ketika harus merindukannya dalam diam. Aku tak berharap dia kembali, aku hanya berharap angin membawa perasaanku pergi sejauh mungkin hingga aku tak merasakan sakit ketika kenangan itu harus muncul lagi.
Lawang, 19012014