Sunday 23 August 2015

Mendekatlah, Dekap Aku.

Aku sangat dingin. Bisakah kamu mendekapku sebentar? Bibirku gemetar. Sekujur tubuhku kaku.
Sudah beberapa selimut tebal ditubuhku, menempel tapi tak menghangatkan.
Sekali lagi, bisakah kamu mendekapku? Sebentar saja. Jangan biarkan dingin masuk kehatiku. Bagi sedikit saja hangat milikmu. Aku tak berharap banyak.
Aku seperti mau mati disini. Biar kucicipi sedikit saja sebelum aku pergi. Ingin kurasakan hangat pipimu menyembur ke telapak tanganku yang tak lembut ini.
Masuklah dalam selimut dinginku yang barangkali bisa jadi hangat karna adanya kamu. Biar kupandangi wajahmu lebih dekat agar hangatnya mencairkanku.
Aku tak ingin membisikkan apapun ke telingamu. Kutau, kau mungkin takkan percaya. Bagimu aku tak lebih dari ratu drama.
Kamu harusnya maklum kenapa aku tak bicara. Aku bahkan benci diriku sendiri saat berkata-kata. Mungkin kau juga.
Jadi bukankah lebih baik jika aku diam? Aku hanya ingin diamku menahanmu tetap diselimut dinginku. Aku takkan bersajak, aku takkan berpuisi.
Mendekatlah, peluk aku, kan ku peluk kamu lebih erat sebelum kamu memaksaku untuk melepasmu.
Biar kucumbui dulu hangat tubuhmu sebelum kamu jauh berlari menghilang dari sudut mataku.
Aku tak ingin meneteskan air mata karna merindukanmu. Sungguh. Tapi aku melanggarnya.
Kamu hanya perlu menutup matamu. Jangan pandangi aku dengan tatapan aneh itu. Jangan bicara karna kau tau mungkin aku takkan pernah mengerti arti dari ucapanmu.
Siapkan saja bahumu untuk kepalaku bersandar, lenganmu untuk mendekapku dengan rasa sabar. Jangan kasihan. Aku tak pernah selemah itu. Kau tau aku pintar berdrama. Tapi tak pernah berdrama jika itu tentang perasaanku terhadapmu.
Dekap aku lebih erat, berikan beberapa hangat. Sebentar saja, sebelum fajar tiba.
Sebelum mimpi ini kemudian tenggelam.

"Kamu, adalah sehangat hangatnya dekapan yang kurindukan. Yang paling ingin kucumbui keberadaannya tanpa ingin kulepaskan."

Saturday 22 August 2015

Lelah bersajak.

Aku tampaknya terlalu kesepian. Disini dingin. Dan aku tak biasanya tidur terlalu awal tapi aku melakukannya hanya karena tak ingin memikirkan seseorang yang membuatku gila. Kali ini aku sedang tak menulis (sebut saja mengetik) sajak. Aku juga tak menganggap sedang menulis prosa. Ini hanya sebuah tulisan. Entahlah. Aku terbangun dari tidurku yang kepagian dan kemudian hanya memikirkannya. Seseorang yang entah dia siapa, sekarang dimana, memikirkan apa, dan siapa dihatinya. Kuraih ponselku mencari sebuah jawaban, adakah disana dia berkirim pesan dan ternyata tak kudapatkan apapun kecuali pesan spam. Ah siaaaalll...Ada sedikit pahit yang kemudian menelusup ke dada sebelum kemudian mataku mencoba terpejam lagi. Lama. Dan ternyata tak bisa. Aku hanya mendapatkan dia terus berputar dikepalaku tanpa jeda. Membuat perutku kemudian lapar. Serius aku lapar, tapi ini jam 2 pagi dan aku tak punya makanan apapun untuk dikunyah. Semacam orang susah kau tau. Hahaa kutertawakan diriku sendiri karena kebodohanku tak kunjung habis meskipun umurku sudah hampir 22. Kataku ini wujud syukurku pada Tuhan karna masih diberi hidup meskipun sebodoh ini. Yoi, lupakan ini tak penting.
Jadi apalagi yang bisa ku deskripsikan tentang tengah malam ini kecuali dingin, gelap, dan merindukanmu? Sudah itu saja. Trimakasih.

Friday 7 August 2015

Aku Tak Apa

Beberapa hal kadang datang hanya untuk berlalu.
Sama seperti rasa dan kecewa. Juga seperti rindu dan beberapa kesepian.
Seperti dirimu.
Yang kutahu adanya hanyalah sementara.

Waktu berjalan. Segalanya berubah. Tapi masih terasa sunyi disini.
Aku tampaknya kehilangan rasa karna semua yang terjadi mungkin akan sia sia.
Berkali kali saling pergi. Dan tak lama kembali. Hangat sesaat lalu dingin lagi.
Ini bukan perkara kejar mengejar. Bukan perkara siapa yang lelah duluan. Bukan bagaimana dalam hal ini kau yang berjuang sendirian.
Bagiku kau dan aku hanya tak bisa mengerti satu sama lain. Karna yang kutahu kau dan aku memang tak pernah benar benar mengenal.
Aku pernah berusaha jadi yang kau inginkan. Hanya karna tak ingin melihat kau kecewa sebab aku. Aku yang keras kepala. Aku yang egois. Aku yang mendewakan rasa gengsi.
Kau tahu segalanya tentang itu.
Kau juga tahu aku yang dengan naif menyayangimu. Tapi tak memiliki daya merubah segalanya.
Yang aku bisa hanya membuatmu muak dengan kata maaf yang selalu ku ucap berulang.
Jika bagimu pergi adalah yang terbaik. Aku tak apa.
Tanpamu mungkin akan sedikit berbeda. Tapi tak akan merubah segalanya.
Tanpamu mungkin akan kulalui rindu rindu yang dingin. Yang mungkin menarik air mataku jatuh ke pipi bersama beberapa alunan lagu yang penuh kenangan.
Sepotong suaramu yang sejak pertama dulu membuatku begitu jatuh cinta. Sepanjang malam berdengung dikepalaku tanpa jeda.
Akan bahagia jika kau datang dalam mimpi karna aku tak terlalu berharap segalanya datang dalam kenyataan. Meski pernah sangat ingin berada disampingmu.
Aku begitu lemah dalam berharap karena terlalu takut kecewa.
Aku tak pernah hangat dan membosankan.
Jadi pergilah. Sudah kubilang tak apa.
Beberapa hal tak bisa dipaksakan bukan?
Jika benar adanya kau disana baik baik saja. Aku turut berbahagia.
Menjadi naif kadang memang menyedihkan.
Tapi jika itu tentangmu. Tak mengapa.
Aku sudah cukup bahagia begini saja.

-teruntuk kamu dari jarak ribuan kilometer-

Sunday 2 August 2015

Intinya. Aku Pergi Saja.

Disini. Satu satunya tempat bersembunyi darimu.
Tanpa takut dan malu mengakui perasaanku.
Dibalik semua diam diamku terhadapmu.
Dibalik kebimbanganku sendiri.
Ada rindu yang menyapa tak seperti biasanya.
Kali ini merindukanmu seperti takut kehilangan.
Tak begini seharusnya.
Terlalu naif mengatakan ini jatuh cinta. Bahkan ketika namamu saja masih kacau dipikiranku.
Kita hanya orang asing yang saling bercerita.
Ketika aku mencoba melihat kedalam hatimu. Kamu menutup rapat dirimu.
Dan aku tak berusaha mencari kunci yang tepat untuk membukanya. Tak juga mengetuknya hingga terbuka.
Sebab tau aku takkan menemukannya.
Bagaimana bisa menemukan kunci pembuka untuk hati orang lain ketika hatiku sendiri saja enggan terbuka.
Aku menyerah, bahkan saat belum memulai apapun.
Apa yang kurasa. Bagaimana denganmu.
Biar semuanya menguap.
Simpan saja kebahagiaan yang pernah ada.
Sampai memorimu cukup lelah menyimpannya.
Sampai waktu mengikisnya jadi kenangan usang yang entah pantas diputar kembali pada masa nanti.
Cerita kita bukan apa apa.
Tak menarik.
Tak melegenda. Dan apalah sebagainya.
Cerita kita hanyalah tentang perasaan yang hanya perasaan. Seperti katamu.
Aku menyerah. Seperti yang kamu inginkan.

Malang, 02 Agustus '15
02.55 am.