Tuesday 19 September 2017

Dengan atau Tanpamu

Aku pernah berjuang mati matian hanya untuk mulai mencintaimu. Dulu.
Entah. Saat itu aku yang terlambat memahami perasaanku atau aku yang dikurung masalalu. Satu hal yang kuingat kamu tak berhenti memperjuangkanku. Sedingin apapun aku menanggapimu. Lalu kupikir bersamamu mungkin saja jalannya.
Kubuka hatiku untukmu, meski banyak ragu menghalangiku maju.
Aku bahkan tak tau, sejak kapan aku benar benar mencintaimu. Aku bahkan tak sadar terus takut kehilanganmu. Takut dengan jarak yang dulu kupikir bisa menguatkan rindu.

Dulu aku tak bosan memelukmu dalam doa-doa.
Namun nyatanya jarak melipat segalanya
Kini kau bahagia sendiri dan aku bahagia di sini.
Rindu itu kini sepi. Rindu itu kini tak tahu lagi.

Kita terus lupa bagaimana berjuang melawan jarak dan rindu rindu yang menggebu. Lupa rasa yang harusnya terjaga.
Ah. Sudahlah. Aku tak ingin berprasangka buruk..mungkin kita hanya belum siap dengan keadaan.
Jangan saling menyalahkan.
Aku tau bahwa aku juga belum tentu benar. Kadang diriku masih kekanakan. Sering pula sifat egoisku yang kaku mendominasi dalam pikiranku.
Maaf untuk itu.
Perasaan kadang mudah berubah tanpa kau ingini pun tanpa kau sadari.
Kini yang tersisa hanya kenangan yang enggan disebut kenangan.
Lebih tepat mungkin ingatan ketika kau mati matian meyakinkanku. Dan aku mati matian berusaha menyukaimu. Tapi akhirnya harus jauh dari harapan itu.

Aku masih tiba tiba merindukanmu.
Masih berandai tentang kita dimasalalu.
Kadang aku bahagia tanpamu. Kadang juga ingin kau kembali.
Tapi biarlah yang terjadi jangan lagi disesali.
Malam tetap dingin. Dan pagi masih punya harapan, meski berbeda ketika kau masih ada.
Akan kuciptakan harapan baru yang berbeda. Dengan atau tanpa kamu didalamnya.

Banyuwangi, 28 Juli 2017 (latepost)
~mengingatmu kadang membuatku benci dengan jarak, rindu, dan orang baru.

Saturday 16 January 2016

Dia di Ujung Malam




Biar saja kali ini aku menikmati ujung malam yang sendu.
Bersanding kopi hitam yang tak pernah ditakdirkan jadi madu.
Aku terlalu lelah berfikir. Juga terlalu sakit untuk merasa.
Aku hanya ingin menatap rindu pada rangkaian hujan yang jatuh.
Menikmati hembusan dingin menyapa tubuh.
Menatap nanar pada apa saja yang tak dapat kusentuh.

Aku baru sadar jika hidup memang kadang harus sehening ini...

Senyum memenuhi sudut bibir, melengkung pahit berharap keikhlasan.
Seperti ada sekelebat menyusuri ingatan. Bernama kenangan.
Tentang dia, lelaki asing aneh yang kukenal sudah hampir dua tahun lalu.
Yang entah bagaimana, cerita itu ada dan memiliki jalannya.
Hanya aku yang tau, segugup apa aku menunggu setiap sapanya. Dulu.
Meski sebatas pesan singkat, jantungku seperti runtuh.
Dia tak tau segirang apa aku membacanya.
Membalas pesannya yang ku ulur sedikit lama.
Suaranya yang terdengar aneh ditelinga. Padanya aku jatuh cinta.
Dia jadi canduku. Sejak saat itu.
Dia yang kadang ada. Kadang hilang entah kemana.
Dia yang tak kukenal dengan begitu baik. Namun kusukai bag bocah cilik.
Aku rindu dia yang dulu bukan siapaku.
Rindu dengan dia yang tak mengenalku namun kadang datang meletupkan hatiku.
Aku merindukan diriku sendiri yang gila pada candanya.

Aku.
Yang menjatuhkan hati pada lelaki yang berjarak ratus kilometer disana.
Meyakini dia ada diseberang sana saja bagiku cukup rasanya.
Sebab saat itu berfikir untuk memilikinya pun aku tak yakin bisa.
Dia yang dulu kadang kadang ada. Menyulutkan rindu rindu yang entah bagaimana.
Sebagai orang asing.

Sampai pada Tuhan yang merubah keadaan.
Merubah jarak dan rindu menjadi temu. Merubah beberapa pergi jadi kembali.
Juga merubah nyaman yang menjadikan takut kehilangan.
Tapi tak pernah merubah beda menjadi sama.
Sepertinya Tuhan sengaja, menciptakan bahagia yang sementara.
Mengajari kami tentang beberapa luka yang memang harus menganga.
Lalu mengembalikan kami sebagai dua orang asing, yang pergi dengan luka yang sama.
Entah, dengan rasa yang masih sama atau sebaliknya.



teruntuk dia, yang sedang terlena diselimut hangatnya.
semoga selalu bahagia
dariku, yang selalu diam diam menahan rindu.

Tuesday 5 January 2016

Tentang Sakitnya Patah Hati

aku hanya ingin sedikit berbagi rasa. entah kepada siapa saja.
mungkin juga dengan kamu disana yang tak mengenal artinya kecewa.
kamu yang pernah jadi bahagiaku.
kini kamu yang jadi lukaku. penyebab dari rindu yang menjelma jadi pilu.
bagaimana bisa kamu merubah arah hatimu sementara aku berjuang tegak menanti.

kamu bahkan tak tau bahwa ada kata yang terpendam dalam air mata.
sekuat apa aku menahannya, meski akhirnya harus jatuh juga.
sebesar apa inginku kamu tetap disisi meski akhirnya harus melepas pergi.
kamu tak tau seperti apa hatiku hancur ketika menatap matamu.
berharap menemukan bayanganku disana, dan ternyata tak ada.

...............
maaf karna yang bisa kulakukan hanya menangis.
maaf untuk segala hal, terlebih karna memaksa kamu tetap disisiku.
trimakasih untuk beberapa kebahagiaan.
trimakasih untuk waktu yang pernah terbuang hanya untuk bersamaku.
semoga bahagia tetap bersamamu, meski tak lagi aku yang jadi bahagiamu.

Saturday 5 December 2015

Hanya ingin Kau Dengarkan

Untuk kau yang sejatinya tak sedetikpun berhenti berputar dikepala.
Adanya kuanggap sebagai embun pagi yang basah.
Yang pada akhirnya menguap jadi awan atau kan jatuh ketanah.
Sedang aku adalah daunmu, akulah sandaranmu, namun terus menopangmu bukanlah dayaku.
Aku menikmati kau yang menyejukkan, tapi ketika kau harus hilang aku tak bisa melawan keadaan.
Bisa apa aku selain menunggu esok pagi ketika kau kembali.

Jadi begini.
Terlalu banyak hal yang ingin ku bagi. Sekali saja aku ingin kau jadi pendengar setia.
Tapi apa daya segalanya hanya sebatas gemuruh dihati yang sewaktu jadi hujan yang membasahi pipi.
Aku berharap bahwa menatap matamu ketika bicara mungkin akan kutemukan jawabnya.
Jadi sejenak kubayangkan, di bibir pantai itu aku bersandar dibahumu. Bersama sayup angin dan derai ombak yang bergemuruh.  Menyamakan gelombang hati, akal, dan pikiran yang kian ricuh.
Jadi sayang, pelankan suara nafasmu. Akan kueratkan jarimu dalam genggamanku.
Tentu saja jika kau ijinkan.
Cukup dengarkan saja aku bicara. Jangan kau menyela.
Aku ingin dengar kau bicara nanti.
Tapi pelan pelan saja, kutunggu hingga kau jernih tanpa emosi.
Karna kau tau pasti ini soal hati.

"Aku bahkan tak apa jika kau merubah hati.
Aku sedang pada proses menikmati luka luka ketika pada saat yg sama ingin kau disisi.
Sebenarnya aku sudah terbiasa. Menahan rindu sendiri. Membaca sisa pesan pesan kita dan menangis dalam sepi.
Sejujurnya merelakan kau dengan seorang yang lain membuat hatiku perih. Logika berkata tak apa, hati sebaliknya.
Tak harus kamu tau. Tapi hadirmu membuatku lupa sedang menikmati luka.
Yang kutau, aku sekejap bahagia. Kelabuku jadi biru. Meski tanpa sadar sedang menggores luka luka baru.
Maaf jika dalam hal ini aku tampak bodoh. Aku yang tak seberapa dibandingkan banyaknya pilihanmu tak berhak menuntutmu ini itu.
Beberapa orang mungkin jadi prioritasmu. Tapi bukan aku.
Kabarmu adalah hal yang ingin ku tau, tapi kau mungkin terganggu jika kutanya setiap waktu. Jadi aku diam dalam setiap kekhawatiran.
Tak menghubungimu bukan berarti aku tak peduli.
Aku hanya takut jadi seseorang yang tak diharapkan. Sebab adaku bukan senyummu.
Ya.. Aku tak berharap akulah segalamu, duniamu. Apalagi akhirmu.
Mungkin aku hanya sebait prosa dalam perjalananmu menulis buku waktu.
Maaf untuk gemuruh perasaan yang sampai hari ini masih membelenggu. Juga beberapa isak isak rinduku yang membebanimu.
Ada saatnya nanti kau akan bosan.
Kau lupa sedang ingin berjuang. Lupa dengan kata kata yang pernah kau ucapkan. Lupa bahwa kau pernah sangat ingin bertahan dalam ketidakmungkinan.
Aku bukan lagi yang kau pilih.
Akan tiba saatnya celotehku yang seperti ini membuatmu risih.
Sementara bagiku ini adalah kata hati yang tak mampu kuucap karna terlalu perih.
Kau akan sengaja menjadi seseorang yang membosankan.
Jadi seseorang yang sengaja mengabaikan. Hingga nanti aku kan berakhir dengan jenuh.
Kau takkan lagi rindu. Sementara aku masih begitu.
Kau menemukan yang baru, sementara aku masih diam pada tempatku yang kepadamu.
Aku akan kembali pada masa menikmati luka sendiri.
Menahan sesak rindu yang kian perih. Menepis rasa rasa ingin jumpa, namun slalu memelukmu dalam rangkaian doa.
Jika saja nanti ada waktu untuk kita berdua. Dapat bersama, berbagi cerita, hingga tua. Selamanya."

.....
Kubuka mata. Kau tak disini. Hatimu entah kemana jauh berlari.
Dan aku terpaku dalam sepi menanti. Karna tampaknya kau punya hati lain untuk pergi.
Kadang aku hanya ingin kau dengarkan ketika hati tak lagi mampu menyimpan sendiri.

Sisilia Tantri | 04 Desember 2015

Tuesday 3 November 2015

Pelangi di Bulan Oktober


Kau adalah kumpulan-kumpulan luka yang paling aku cinta. Kesalahan yang membenarkan jalanku. Cerita singkat, dari panjangnya aku mengingat. Kau tak terganti, sejauh apapun kau melangkah pergi. Di hatiku, kau selalu punya tempat khususmu sendiri. Datanglah lagi nanti lain hari, ketika cinta bukan datang hanya untuk mencoba, ketika kaki tak lagi datang hanya untuk berlari lagi, tapi ketika cinta datang karena dia memilih untuk tinggal; Selamanya.



The Way I Lose Her: Pelangi di Bulan Oktober - mbeeer.tumblr.com